Lirik Masyarakat Miskin Kota

Lirik Masyarakat Miskin Kota

Kabar Latuharhary – Masyarakat miskin kota adalah salah satu kelompok yang hak asasi manusianya sering terlanggar. “Berbagai situasi dan kondisi pemicu serta ketidakcakapan pemerintah dalam merespon hak-hak warga negara, akan menimbulkan problematika dan isu pelanggaran HAM di masyarakat, dalam hal ini khususnya masyarakat miskin kota,” ucap Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam acara Webinar online Lomba Ilmiah Mahasiswa Sosial Politik Universitas Indonesia (Limas UI) 2021, "Tergerusnya Hak Asasi Manusia: Suatu Problematika Bagi Rakyat Miskin Kota", Minggu, 26 September 2021.

Bicara HAM, menurut Beka – sapaan akrab Beka Ulung Hapsara -- sebenarnya bicara soal kita. Karena HAM itu, dari sejak lahir sampai kita meninggal, selalu melekat di kita semua dan hanya hilang ketika seseorang meninggal dunia.

Beka melanjutkan, bahwa dalam konteks HAM ada dua hal yang perlu dilihat. Pertama, kewajiban negara dan kedua kewajiban warga negara terhadap HAM. “Kewajiban negara terhadap HAM itu P5, yaitu penghormatan, pemajuan, pemenuhan, pelindungan, dan penegakan. Kewajiban warga negara apa? Hanya satu, yaitu menghormati hak asasi orang lain,” kata Beka.

Lebih lanjut, menyoal kewajiban yang melekat tersebut, jika negara yang mengabaikan soal penghormatan, pemajuan, pemenuhan, pelindungan, dan penegakan HAM, Beka mengungkapkan bahwa hal itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM. Lain halnya, jika warga negara yang melakukan kekerasan atau tindakan pidana, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai pelanggaran pidana atau tindakan pidana. “Jadi, ada pelanggaran HAM, ada pelanggaran pidana, ini yang juga kadang-kadang sangat sering untuk di miskonsepsikan begitu,” tutur Beka.

Menurut Beka, problem HAM di Indonesia antara lain problem soal urbanisasi. Jadi, ketika kita bicara soal HAM, tidak bisa dilepaskan dari konteks atau situasi yang ada. Saat ini, di Indonesia salah satu problemnya adalah rapid urbanization atau urbanisasi yang sangat cepat. Orang-orang kemudian cenderung berpindah dari desa ke kota. Cita-citanya ingin kerja, ingin mendapatkan penghasilan yang layak, kemudian sebagian penghasilannya dikirimkan ke orang tua untuk balas budi, dan lain-lain. Itu mimpi orang. Nah, dari cita-cita yang banyak sekali ini, kemudian berkumpul dan pemerintah merespon hal itu. Mungkin responnya tidak cukup, sehingga muncullah problem-problem di perkotaan. “Akhirnya, karena tidak adil atau timpang, sebagian dari masyarakat itu jadi miskin atau dimiskinkan. Itu problem utamanya disitu,” ucap Beka menjelaskan.

Menilik hal tersebut, saat ini menurut Beka, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak banyak yang mendengarkan suara-suara dari kelompok-kelompok yang lemah atau dilemahkan tersebut. Menurut Beka, masyarakat bagian dari kelompok-kelompok yang tidak terlindungi itu seharusnya diberi kesempatan untuk bersuara. Tidak malah dikriminalkan dan dipinggirkan, bahkan seharusnya dapat dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan.

Stigma negatif yang melekat kepada rakyat miskin kota juga menjadi problematika lainnya. “Mereka kemudian dianggap bodoh, manutan atau diberi apapun pasti menerima, dan sebagainya. Itu problem-problem yang melingkupi rakyat miskin kota,” kata Beka.

Lebih jauh, problematika yang ada tersebut kemudian, dapat saling berpengaruh pada situasi dan kondisi di daerah lainnya. Kebijakan yang ada di satu daerah menurut Beka, juga dapat mempengaruhi daerah-daerah lain disekitarnya.

“Misalnya, Jakarta. Jakarta ini kan jadi center atau magnet. Kebijakan yang ada di Jakarta akan mempengaruhi daerah sekitarnya,” kata Beka. Jakarta dengan mobilitas orang yang sangat tinggi, menurut Beka akan mengakibatkan berbagai problematika yang dapat mempengaruhi aspek-aspek pemenuhan HAM bagi daerah-daerah lain disekitarnya.

Narasumber lain Wirya Adiwena Deputy Director Amnesty International Indonesia mengungkapkan bahwa pemenuhan terhadap hak-hak masyarakat miskin perkotaan itu, perlu didorong oleh negara dan akan saling terkait satu sama lain. “Catatan dari saya, saat kita membicarakan konteks HAM dalam masyarakat sipil perkotaan, selain kita tidak boleh melihatnya dalam perspektif kolonial, diskriminatif terhadap masyarakat miskin perkotaan, kita juga harus melihatnya dalam konteks satu sama lain. Saat kita ingin bicarakan soal masyarakat miskin perkotaan, jangan hanya lihat isu per isu saja, tapi pastikan kita melihatnya secara interconnected,” ujar Wirya Adiwena.

Narasumber lain yang hadir dalam webinar tersebut Mamik Sri Supatmi Dosen Kriminologi UI mengungkapkan bahwa kemiskinan merupakan suatu bentuk struktural dari pelanggaran HAM. “Kemiskinan terdiri dari penolakan sistematis atau penolakan struktural terhadap kebebasan dasar yang mengakibatkan individu tidak/kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka dan rentan terhadap pelanggaran HAM,” ucap Mamik Sri Supatmi.

Penulis: Niken Sitoresmi.

Editor: Rusman Widodo.

Hairatul Aswad, NIM. 01540663 (2007) PERILAKU KEBERAGAMAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang selalu dialami setiap negara. Kemiskinan terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda. Masyarakat Pedak Baru merupakan salah satu potret masyarakat miskin kota, hal ini ditandai dengan perkampungan kumuh, rumah yang berpetak-petak, lingkungan yang kurang sehat serta berbagai kriteria yang lain. Keberagamaan masyarakat Pedak baru tidak jauh beda dengan masyarakat yang lain, namun hal yang menarik karena perkampungan ini dihuni oleh para pendatang dengan corak keberagamaan yang berbeda dan keberadaan komunitas mahasiswa UIN yang nierupakan mahasiswa yang berasal dari lembaga pendidikan Islam. Letak kampung Pedak Baru yang bersebelahan dengan kampus UIN Sunan Kalijaga yang berlebel Islam, menyebabkan kampung ini banyak dihuni oleh mahasiswa. Keberadaan para mahasiswa menyebabkan terjadinya interaksi sesama warga. Proses interaksi ini dapat mempengaruhi serta menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat Pedak Baru, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun perilaku keberagamaan mereka. Oleh karena itu penulis merumuskan dua masalah mengenai perilaku keberagamaan masyarakat miskin kota di Pedak Baru, interaksi sosial serta perubahan · yang terjadi pada masyarakat miskin kota di Pedak Baru setelah adanya interaksi dengan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan sosiologi fungsional, yang mana teori ini memandang bahwa masyarakat sebagai suatu lembaga yang berada dalam keseimbangan, yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Kajian ini juga memakai metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik obserYasi, wawancara dan studi kepustakaan. Kemudian dilanjutkan dengan dengan teknik deskriftif yang bertujuan untuk menuturkan dan menafsirkan data-data yang telah ada. Perilaku keberagamaan Pada masyarakat Pedak Baru, di kategorikan menjadi dua aspek penting yaitu perilaku mereka yang berhubungan dengan tuhan (hubungan Vertikal) dan perilaku mereka dalam menerapkan nilai-nilai agama dalam menghadapi kemiskinan. Adapun proses interaksi masyarakat Pedak Baru dengan mahasiswa UIN terjalin melalui kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para mahasiswa. Proses interaksi tersebut mengalami proses yang asosiatif melalui akomodasi dan asimilasi. Dan perubahan perilaku keberagamaan yang dialami oleh masyarakat Pedak Baru mengalami perubahan yang kecil dalam berbagai aspek kehidupan, hal ini dikarenakan minimnya pengetahuan keagamaan, kurangnya kesadaran masyarakat serta belum optimalnya peran rnahasiswa.

Share this knowledge with your friends :

Jaringan Rakyat Miskin Kota

Senin, 10 Oktober 2022

Senin, 10 Oktober 2022

Sulaiman 06 Mei 2023 07:02:19 WITA

Suwanto 01 Februari 2022 19:05:38 WITA

wiji lestari 22 Desember 2021 10:44:36 WITA

Suwarno 27 Agustus 2021 08:20:25 WITA

rahman 23 Maret 2021 09:30:39 WITA

Maryani 07 Maret 2021 16:10:20 WITA

25 Februari 2021 07:08:36 WITA

Mustiar 21 Agustus 2020 11:27:56 WITA

Sjahril Noekman 07 Agustus 2020 07:52:24 WITA

Actions (login required)

%PDF-1.4 %âãÏÓ 547 0 obj <> endobj xref 547 27 0000000016 00000 n 0000001680 00000 n 0000001830 00000 n 0000002338 00000 n 0000002452 00000 n 0000002564 00000 n 0000002680 00000 n 0000010741 00000 n 0000017440 00000 n 0000024217 00000 n 0000029111 00000 n 0000029289 00000 n 0000029467 00000 n 0000034484 00000 n 0000042663 00000 n 0000043201 00000 n 0000043714 00000 n 0000043820 00000 n 0000044393 00000 n 0000052420 00000 n 0000060804 00000 n 0000066135 00000 n 0000066213 00000 n 0000066489 00000 n 0001350913 00000 n 0000001493 00000 n 0000000836 00000 n trailer <<7D6214FABCC9421D963D42BE13039708>]/Prev 7933542/XRefStm 1493>> startxref 0 %%EOF 573 0 obj <>stream hÞb```b``™ÊÀÊÀ |•AŒÄ€bl,«6ȸµðq °440-`à|À�¡R¥Óš|Þù®½>×gÝ\®JÞid€ƒÿ‰ý^oœuf’SnùÝÂiÌ×g±(÷Ú¿^zìFÛ<¯ÙÙ+·ËÖ–Ir<˜—™Ø§ÌoòRÇ«}Ö~îمׯ'Næ7yÐاU©i˜{<~×&¶Y«·˜EÄߘ©ìxè÷üÒc‡R[?V.»Sú{ý…ÌU»�S[ßT‹M2Ø°ïùÝÂmñâ³.Ǽ\µ;º ,’ÚzøÔ™(�»óbÛ¢¯¿ÛÏиlÕ[‹Ëg6‹Íó’Xµ¢r)ï›”…Ê@Ó»Ìî”~¹¡ÊeÍÝí²u¯?pdz<ö7|SæÁÀâ––ò[GÄ‹Œ †±‹khZZLœ�!-Âf1AÊX€4!¨˜ „òA†AÌfR‚)ˆ &%cc‹Ž"cBÊÔÝ€´8[€EìDx?0ð20¤00'ðÏoHßÂìž ô€�yƒ,ƒÚ6ÆßïØyXÿ3üxÁ¡Ð ©ÅÀÈÀ�í—¢ö:Ÿ CÔÅKr%Øç0½k êdœÀ�ÆÀô‰AØ€õL«ƒz#ƒuChÓ&Á–‰ º Œmœ˜Y˜¦1ˆ|`XÌÀbÀÈÐÀp‘ËÊV´i` U[­g¨äVÙÄ ÍÒÏW endstream endobj 572 0 obj <>/Filter/FlateDecode/Index[128 419]/Length 36/Size 547/Type/XRef/W[1 1 1]>>stream hÞbb*c`b``Ń3Î ƒÑøÅ£ñ1Òâ À œÃÕ endstream endobj 548 0 obj <>/Metadata 126 0 R/Pages 123 0 R/StructTreeRoot 128 0 R/Type/Catalog/ViewerPreferences<>>> endobj 549 0 obj <>/ExtGState<>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageC]/XObject<>>>/Rotate 0/StructParents 2/TrimBox[0.0 0.0 595.276 841.89]/Type/Page>> endobj 550 0 obj <> endobj 551 0 obj <> endobj 552 0 obj <> endobj 553 0 obj <>stream H‰|WË®%EÜŸ¯¨¸Õù~HˆÅÐbÁ¢Åb>à Ĺ34ÿ?agVÝ�Zês#+ÓvÚÛùáÛ_?ÿ÷�ŸŽ¯¾úðÃ7ß<Âñõ×ÿøøÍñøýŽÒÆYs=jœgÌñÈ=Ÿ¹–ã�Ÿÿ:þ�-¾û1Ÿÿ|ÔÏ0S¨-CBÀÆr–ÒòíxÁ§RfhmÉ+9Ìãõíñáû·p|üÏãÓãŸ?@ã'éG�õL½£ÄsÌwÊ"•}øvûôç8Â+þK8úÛ¶(qÆsŽËøÔù›)ïçGÄÈÆ)žO'kJgëùˆ1ž1ö£â®­/þ«cÿÏÀpØ¿ß¿QEÈ(gˆåãì#f^šÞí¬#Ã5õŒô© ÷ztÙû>v 2»P©õx}ôs´$Ü3$ø!4 pB›�„ƒõ³G耱iþrïó‘Îò µÞo¨÷õ-�ÃÿÓ·�^ 0Ÿ)Ãyù,Ѿvø/Ÿ-šºV“öÇU{§£\ã 1QÖs"~88ÝUpP5G¶%Uɇo½¡eÀÍ寸Uêô#ü‚—‚K×ûÔç{�¸0ºC‚ø$³«Ä&ØL]EV½r{œö½•Äï)v�ñ¼Ã›µ=¹¿R‘¸0-–LBxÔÂÜ2]‚…:š9·O~ÏøQaˆíÜm–ºÂ4zõ€„¶s°Î±CÊß@Ï¡—ÎPëß-ø�yæpåçx�vJ ¥iÉT‹<ÆÜ6[2=ÛÏ«¹ˆÇú™r¹Eð%œ³uðéùøéÌt þŽ¤yãÇ2劈³Oâ &ÈP„è8IIÜ¢3õ±e}Éó­(µ´µ×N\(EÅNFª6ó^˜¾º ¡ C«Pæ‰x&äPɶ*2*AÑWnš¶W[S][§ Št­r]b¥$çDT’ïÍe w‰Íf_Uí9ó(BÝ­-!™¹üX¢‡Î’e+�r&1£Ý÷ŒFG¾ÉÔ ÛÞd¹íø>ÀÒzÁy¶™îp’e™SŽÈUù=£~FFj.ôú W‹ &FMKø£¿Ã�ÉO£xͺ%»;M-d!·k¾Ì žw+™…±Ý0é¿Ï³<;‚ &¸íu;‘ºf ;¹BÁÓ$(RSªÌ EìJì¼è]ÊyK; žä©¡Âˆ®+®áh>о&I•Îz¤lɇK)ô‰É=˜ñÈšÄú8D(D~!´ÇÂB´0œÛtœl”uø‚C³ú›«Q¼!Í$‹³8®Š@G¨Z½î¼ðr±  «Ô”°;^Uî8ϲŠ‰|‰éVE�$ÙºP.])ã] ãV–SUwa$ƒEÕ1º*EeyXZÅ(Ì2ê­¥éC‚ÎáÕlMÇ2\©ÿº.%¤:•½M WFPcc,±Pít™È,Í^«néA° Y-kSÜ�g‚7uº]­¤o¨äªÞ¸�0:•âÂ9©Eù¦Ôa¡�º‰3™aY~瀴¦Œ¡

@àË´†Ì²ÃúØüÃ4jÉäl$Óç­{oìstäüz÷„ÊÕÚA…ÔÑKç&%`ñVn¬ÄÂðfOZ¦�HõMË �–/Z.l´¤¬1�–Ô$F;3iˆå© +óL+?öœœû†NÏí€/ðªù+îcš¸z|‡P|,!éêjíŠ{Ôˆ�RV¸ÊQÌBú¦f{…az°NŠY4†r99à'T‹x –:æZ”5hñÈû<Å^th',È}ÛØÜþ¼0GV¨ÂS-fsI†‹“ANöÇ÷�Õõ­ÇÓGæˆrAl“C½¾ƒ4þ–ÈZGM·ù9ûã:ý‰Lò6”/„›mÆ(‰ÑÔˆ¥½ qÜu«Íží&§X—CÞ»çrWW/…»ÒÉ8äõèÛN×A‹ƒ¢BÃÐÍqHr"{,TT‹µWõÇöòúH¹áLjÜEc¾R]ÁÝÅ ¶�0®Ò·C)ÌÎóóã“?R#©¾û1Ÿÿ¼=VS';Pt²�ív¿V™ßèÁÆèÒ5%ñeÁŸ±;~joa.D Sz?Æ.&˜8â,6OGMQ„U*È T-Îá>EÃÓBÏ…’^A‚ÜzƒÃ¨‰x’?¦hgª ^/÷�(¸1™Ú´!î•5¦|ižC×DVØs½U¯Î$fV éÕ›=æ¿Âª±•S2*Ú´®Ôz«iRì~0YOãóÁĨîB-,ÛQÇ¥t7ðB¿À ¨+ˆ4öãòÈ�DV%8~2â@,7¸>guÕÉ Äêüª½a ±r(2ªM{DÍÒ˜¢ ³fDd–.…Ibô±ž÷…ä‰ÄÙÝf ö�tµn^°k¾îÁÒ¾ƒmbÒȾM¶x%’n‚Fjydg9…¡pŒŽŽäaKq„y¸Zö¸R¨*Ib\cˆ{‡ººáç —iÔ@�A©ñ ³ße%$�ºQŒ¦×°çåóZ°¸»(Í5”5|ž�ó/SèífÇQ¦òßáä´e‡¿ lJ¾¥Í‘óúXë´%ÖÙ ô&ê�_Lž±è§`qÐÁËóBöÔ±ðŽÝÒ0ÀˆÖ”%,ZfGÓàsÃ¥f¡±T›âkã`®ÞbÃ#8 M+lnV›‚Ý5“©Xa ¬ªuáYäÕO¾TÛ•Á—ò¨ašM¯µy}Gi®:­ Ã!lÈV ƒÕFEžõäqц^u­Òòþ ³@22ƆÐ�DGJ§¼.…»¶KðÖà„¥)d…P½n-‡ õ—Þ¡n®÷̨û+F†B½kà$ºîcøÅ Ê:º#ñ.R·†�¹+¥ö‚WßE‚lsúb ]�/Ý¥ž-åN©aÑØÆÅ)ÎæïÂÐQË�CÅ

ãÕÚ6Ü�Œ}¹P�¦§#JënéK­W}…Ðõ†.Þ²q™Æjêœ3‡l‡…Íø²Y‘óiQIOv–�êmª¥NM³2À.•ÕpÜ!ÊM-7A¸ÙC¢ýò^:¬dÙL¡JA×Õ@¡Dk•ïš•ûNò\)Ö„,M3m_Õn ·™(íײ3ã’*ÅY©Ú �P+Ͷ‘p7»…C².h?ˆ¯©“Öl…ruªÁÔ,�P0 .®êâ.ô²L›naèe÷Æ8¡ðнežfôì×–ióµüÚ„¶KÔ–—X±˜x˜¾Ÿpäá Ùôó'óu2�Z¬ªµÄ6›hÃóÌЪÍ?®õ\¤¯µ5�¶ò[>n?xXÈÖ|´'µ; À„ TѤ[E‡!ݧ,ƒ_‘òŠ_>µbQ¼%Ó(x®—§UŽd5 ²ht'uŽvµÛÓ‰D0ù,Âõû(œ|•oŒC#(Lñ•1oT{u“ÅgÍÆÊ¢”X�é‰Rœ´ïXy?E¥o_ž²ÄäŠ9‡…ö_Å^×Ø.¼ùW‹æÁ-Ù1¿á˜ÓAœF-u§ž“/¶2±©úA)¦qì•ßœF~íðQȨf E»Þm’ôY­yÐœ›G”}ü½ÖŸ=@,]Ѧ¾¤P¸*e£O¼k8ùD:óíi1Š/E<©Þ-Öᇯ_ÕÇÌ”nDÕÔ£æ:Ÿ†åÜÒÖûâÙÎÚ Õ~P䃘tk¬`Cñêôyš_q\›)Ç3x-ñ¸Ë® :0ñ"Ç5ÜÇÔ…b׉‰ 2µð9äÝAæ®õË7†Ô(Ë_ŸÖ|—4ñ|ÿs¸º&‹ä}¤Õ�·ÅÇ»ˆ�¾~pÈ�ßæ3 MUß›½I2ÌG{îÉêû¸Í=PVÅĤÏEHÑRÎÔ$ÔâR˜d\¹DY)l[“²ÛW)÷F:Oe•>|3™¯Æ§ìcßfÓ¼–3é²O«éFѱHÌ©¶JóÎ|TÈ9.QVåÚÎs×¾v<†‰}k~[ª7›ÕH8ör\DÛváw¡%†M¥å;v)Øø¡[ç}�Bì³uØä0ò=å_}lä÷źø~ŽGç×L¥@­Î×ýíÿºÿ ûª�™ÛúbBÌO§íüÍFŒŒ«|â¬a,5-h÷ä,gý�Ô�ÏÇþC^�þ½ý€˜›f^›Œª9ƒªK¤»¨ìöþTº _V÷¼¡V–çííýºÿ7WGÞ–/H®3Qäß�S#½®ÛÐÈ̘{.C •µbhŠ™.X­Æµ†Ïƒ±nŒ‹,ƒkî§]“©â'h¯ëì»âË3¾ÛûÜöÇœèÝÏ™�+iRò9.PSž:»û5V�1SÔ¦ý²—áâ:Ūˆ¥µSoŒaΛ±ÏÉ+­“—à^vZ&v…Q¨Ç·Æ˜B2{Áá… (Vu[ÉöAßHé¶ï²<·˚ìæû`&îYMCZì´©[w Žä=l§ð•ü„¾Odîa…çñÏ׆š1­D»nnørT5zñÖ*úâ Iè�V£wvqʲ쵈^AÙ¤–!_½câÓ/ï æ²›×æsyœšeÓT®H3•-’Z»ãÔP‘,7’�XH[ü]c‘ÝLÈШbÄÄ‘‡)ÿbt¯ž~b³áÌ%£: WkiLÍ€”-œ…œaL.'ËU_†Ô¿|Ž#WQ~9×:ÜÀQßRœ­j‰jzÃ4‡í‹oà’1rÜó{<…·xko%CrÍ2Ò\€‡”FÁ¡róR%��ËЩ¥|b÷:T^]Q€A9Ÿ:±I�#8Rö0)VR’Å>‘²‡•¢°³®þ‰•²ù$i7Kz»ï䤔 ¦À姘fµÚÖwíýΑâ‡ÝÃãÚ)^Pòò-ÅËŸ¼»6?1ß·”Ç/Г—šÓ… ¸x>ßóø@¬;>Û^;ñ�¢S鋨Îñ¨nÂZK´r%æL]SÕÉhT[r%ÍŸÈw­r•²—ÁÝ]-6HQŠ‰<‡‰æ`Ë(_Å¡oÁü²9ãpíI)îòQü›ÓØî/Ü«easŸÈ±2Ý×m°Ðñ)Q»R¼—ËJ4eê‘l5.Êš‰Ê¸=ëÆŽ¨V�k¾›<„këΣ—í½�ò²Œ]�¨�Üyñ·|'Ú®sT-Ò î9_~{î°<ãRkŸ8«s¬_­œÕ�j}=ñ|8ß¾\ë ΋°à@k¬x ·Qn£�•´lÒ¿]T½lŽ˜�ním…q éEÕÄ3ò«¬üºq¶Ø_+ÇQp_óÚ™ò.OZ{¡áÚ9ù쓵åõ¦�ݳx0ü±1YõÒúÁA…ÕÂò­7�³6¶Ó´ìYjS;Ü÷F¨Cj­qÚ>þÕÛ-£Å;£-á0Е©ˆI¤å“Ò�žÄÈ�þƒ<£ÑÍÆ^ Qglà-<í¬ŒÖ*‘ѶÃIè@E!¦Š9Ç/K×+UáÈëŽ-Ê!þ¾ævÏ»óàsL¡¡6¾TqqM¾HkPÊ´-5š…eô< ò#4L'ý¬GÝ5Ž¦òHïùßR¢-0¥/´‚\gKoq$)�ûΟ�ï"V‘=;_QQÛ–/m�Ü5”$´EV½Q75W¬Ú™¶+„³ÐYÜxƒÕÓ›ôrBs¼†ßŠ5¨cí‘ècíÊ¿�E¤—SäØï‡á­óÓtF¾O{Á1æâbûžQ„Æ$7ùŒëRå0D¬$qû„T9ìÓ„ÌÜJ�{ÏpQ�RÇ(ò©´úvêg¬S2µÒ¡–ÀW i.Øß ýþ…((êZð™ÎÉG:ÄÀŠÞv>2Öæ¤Ö˜[™–mV]<ùøu'L”´x÷Z†Y†O\ 2,ï=0BÖtÜ»QîŸP2�£D‹…šÕun×âÉ°ýò¢ì¨AƒG̃±3MÊÝpLŒµwC.Ç…PÑ9ÑÉbhØyL ò8@Î^éû”‰ËZ+bŒ�Ó`ÜüJcK±ÛYW37g»¸dêTêAþõw-kʵ�´!_ö}K^öŸß¸Ð5l…%»ù41­ôÓANVûǘ·xsŽ4:Ì#’X˜”FìëvχÝ]HüY>ñM�¡«ÁÜÕöN›¤øƒ·�,Uã�9ÉÆ)›íx A.ÏðÏ“�§�»ÿÀy�2ôY‘Z=ÍâKmN½[·šB¢ün›p6«Œ$L³x^ÖG¬0éºÝ^ì‹n5wŒed rSá´mÀˆÒʬ¿±'ÿ~n{Ha]ÔÜeAuˆQ)B%ôNüÍÔŽæÉ8OmwO`ywÌŽë?H ´Û\¥ ±Å@«�ŠvuTeÒ j}Z{wÐ�ê™´2¯7Öu¯¼„VßÐÊ•ô‘·Àx»mtƒªÜÕ@÷M¦NŠ¾cóÉq…¢}I¨hÖ‚”§½yáùÉÞîÐUæîvj1±ë&ïvλÛm¶n§…¼Ùù.»ÙmVVÂÊQÊ'V–ò8×i� S)Kƒ‘ØVÊè:ºq¬µ ÔqÿÉrà�Í» |>•ÿŒkÁ^›Ý›¸¶‘>1ßgVÿûñÏÇÅéÅæɯÿþõøû?þu}ýõ¿Ç¾0ÈàzeAhˆ�Ù8ÁàV¿ù�õé’øå…Âb©‹üá\Tø21DáaÊ’úÙ‚Á7)èHuxD›õß ˆÝbóµ±²‘Û>Íè»yè$ÖlÐõ;Êú6ŸrÈ’}ˆeöZ7]¥ÚŸ&tÖ²mŠtúú?ßÕ‘Üï~…>@rx�¯þÿy;@Ò+ê"qŠ 0±§;xÿ)ÚVVuvŸ¥ £=ô“>뱞¯èhp®PÏÔòû€ ‚eÃ'“ðLqp&¡Ä~F&€'ËÞ2Î.dXRŽ—$™ä×4Go‚a9»TιßC¸} WÅ!H½~Ê{¯8¼Y¨TÞòî’ue€±ãÂ)xc’@-Ss�Ç"ÓôR MfÆçÔ¹DSœÑÉßõ\õqJ\Ÿ6Λç#}ô~ððÔåò–ñp>å›÷t‹ˆ<ÕèÑ®öíö�}á¸`¬!£Mû´ä|b3{#¡²Újzy\Ÿ %»oF=q}tàKån/î³Mf7Ý÷´õ6?¹¨š_3Y§Ñ¸.ÒyúXö[‚ó,/^®ñÁËI¸¾¤Îö†^DJõD<ûÄŸÙ±¶„ êH·m’ªÌœõ_žqø¥V.}}]-šõ»ÝðRpô8­ÝæçÞùä1Ò—ìº1n‹ïµŽ�D߶¾ÓõÌ{Þßå½­—¼«¯OÞ«æ¥ä<©¾vG*?·¸H_Z(Àèo‰HTnØrgâ]õ¬÷ìÎ6QªÊàòÔç|D.OÑ)Xjibáu›Ž¹wœz¿6^7>ež#2�„ c÷Ï\2%î'¢·v ×Ý�Ž8ŒF#�š×{¹sÿzZqYIùö^Ü'M¨|"†ÂûKK7ËÄnänËKÆù™‹™¤ uÕscêíªŒi½àªÖ"×·öu ÆDŒO6Và×Øþsô'‚Ž}“#ÑÅ•ŠŠxw¤‹_�_ÑàçÙÎ}¼®d3�žÙ¹›Ÿ7èžmÛÇ6¾²Ic½|†,…!†Ö‘“VÒ^S:÷X™Ëf¶IHaã…-LÃÏ�kx7/m�¦)ý�"lÒ–}p/RôNZÛ€öääüû°Âˆ°ÿ惹·IÒÌ$ìükúŠŸõKÁ`䈧�xv‹¼iÄÁÝò×ü�ƒ WdYà >B Íßæ×ý÷�€fhˆég®L1ÜßEÜ}°Â’LòÃ�ÜÅX†šÆn|³:e¸ “Ó™¿ßÚôCÐ\H’‡|Þæ�аkž{ˆ¼¶a5ö%,ìXµ°tö|‹6|þr—òr¯Y«Â€šmXщLºìTà+ª³ì“LlêCE2Éšt -â.Z÷7�~*ŒFguVµ ‘aäRNíhí……ø€½ƒxSX6Ë#SçGÖðÙ @{Jû¨9ZM½Ã¢å‰'&—ó­ T>³Úê™Ùux.?3tÑ¿cÓã®q†#£�¶F›Ó—ãÒÁ‚é YDô ·°¦j"M´FĹ0 a[i ¡ùÛj †n§µë™ùL%Bcê™Þó‘!™rhÒšø}† Y�6y}~»ìoBŸåïòˆ{ÓÔ3µ˜V �m]øÉuo @‰¸x'W‘=jXcìCX ùñðÙÙmgÑƲd¥yV-~H¢"¸%ëä—-ðœ ÈŸ:g“ÖÞÒyGm xd‹Y]ì¹7våÖ’QúznÇ»bùŠwö·Þ7^²€vHéó«÷Ô9ˆIïQÔ )ÄýAöõªËÔŽF¯ Î�éŒäXÂú©ékUà²$-¨£öÈ)Æõ°Z°‹�»·Œ°¸d­ùDuùm •Yll¢Õ[ÿ_½ÕÕµc>PùŒÃ»45�K’=ÒMµä�6 ¡j—1ȇNÜ£öS™Ï1ü°&RÂÂÇšhâö¯1\à}â¾!�Pð×®Cžýp›T®6{-תP¾�¤ø©·ž¦¾ëφ&a¸}ù¶¼î0€Qßá3Ö™¾œ ÆÉ4Ï`(¹m×—�²ÓKzýÊôÏàRC— �v³UÜ`$œŠC<ïD2âO‘ä »@I›ÿ�$=ƒÐJaÅnqF/šå5õmßõ è¢D

© 2024 — Perpustakaan Amir Machmud

Didukung oleh Kementerian Dalam Negeri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta menilai tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Pilkada DKI Jakarta 2024 tidak mewakili aspirasi masyarakat. Mereka pun menyatakan akan golput di Pilgub Jakarta mendatang.

"Hari ini kita aspirasikan kekecewaan masyarakat miskin kota atau masyarakat Jakarta, yang pilkada tahun ini tidak berpihak kepada rakyat atau mewakili aspirasi rakyat," kata Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta Minawati, Senin (23/9/2024).

Saat menyatakan sikap di depan KPU DKI Jakarta di Jalan Salemba Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin, Minawati menyebutkan, masih banyak permasalahan di Jakarta yang belum terselesaikan. JRMK menilai demokrasi saat ini sedang tidak baik-baik saja sehingga kepercayaan masyarakat kepada tiga pasangan calon (paslon) yang maju di Pilkada Jakarta 2024 telah hilang.

"Ini bukan keputusan kami, bukan keputusan koordinator JRMK, tidak, ini keputusan warga Jakarta dan kami sudah rapat berkali-kali dan kita sudah bahas kenapa tidak pilih A, tidak pilih B. Kami menyatakan sikap untuk golput," ujar Minawati.

Menurut Minawati, jika masyarakat memilih salah satu paslon saat pilkada nanti, maka sama saja mendukung kecurangan, cara berpikir dan cara paslon bekerja.

"Kita golput, adalah salah satu perlawanan kalau demokrasi enggak baik-baik saja. Kita sudah pelajari tiga-tiganya, tidak ada yang yang mewakili aspirasi rakyat," kata Minawati.

Perlawanan ini juga berkaca dari kasus Kampung Bayam yang sampai sekarang belum terselesaikan dan adanya kasus pedagang kaki lima (PKL) yang tergusur dan tidak berdagang.

"Tidak ada dialog dua arah, tidak ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan rakyat," tegas Minawati.

Koordinasi Aksi JMRK Andi mengatakan, aksi ini sebagai perlawanan dan bukti bahwa proses demokrasi ini tidak memberikan ruang bagi warga untuk mengusulkan jagoannya. "Karena ada proses demokrasi yang dalam konteks pilkada tidak melalui proses membuka ruang partisipasi bagi warga Jakarta untuk mengusulkan calonnya," tegas Andi.

Adapun anggota JMRK ini terdiri dari 32 kampung di Jakarta, mulai dari Jakarta Barat, Jakarta Timur dan terbanyak dari Jakarta Utara. Selain itu, JMRK ini juga berisikan para pedagang kaki lima, dan warga yang memiliki keluhan yang sama terkait demokrasi.

KPU DKI Jakarta telah menetapkan tiga paslon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada Ahad (22/9/2024). Ketiga paslon tersebut adalah Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel), Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dari independen.

Seiring dengan perkembangannnya, daya tarik yang dimiliki daerah perkotaan tidak akan pernah ada habisnya. Betapa tidak, “kue-kue industrialisasi” dimana kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan dan jasa, seolah-olah ingin terus berkata bahwa “kami” akan memberikan kesejahteraan bagi siapapun yang datang ke kota. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa bagaimanapun cara kita dalam mendefinisikan sebuah area sebagai ’kota‘, satu hal yang pasti adalah: kota adalah tempat terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan merupakan wajah dunia di masa depan. Karena itu pula, hal inilah yang membuat mengapa kemudian setiap tahunnya tingkat migrasi desa-kota yang tidak mampu diakomodasi dengan baik justru akan melahirkan kaum miskin baru di daerah perkotaan.

Jika kita menelusuri beberapa akibat kemiskinan yang terjadi di perkotaan adalah banyaknya persaingan yang terjadi yang menyebabkan tidak semua orang dapat menikmati keberhasilan dan terjerumus ke dalam lembah kemiskinan dimana penghasilan mereka yang tidak sebanding dengan pengeluaran di wilayah perkotaan. Walaupun masyarakat miskin di kota masih ada yang memiliki penghasilan yang cukup, namun seringkali sumbernya tidak stabil dan mencukupi. Terutama dengan besarnya pengeluaran di kota, seperti transportasi dan perumahan.

Tidak hanya itu, minimnya aksesibilitas ke perumahan formal mau tidak mau telah memaksa mereka untuk tinggal di pemukiman kumuh dan informal. Seringkali pemukiman tersebut tidak layak huni, serta jauh dari berbagai kesempatan kerja yang ada. Karena tidak memiliki sertifikat dan izin mendirikan bangunan, sulit mengakses pinjaman kredit atau pelayanan dasar lainnya. Selain itu, kesehatan lingkungan juga merupakan isu penting, terutama dampaknya terhadap anak-anak. Lemahnya jaringan pengaman sosial ini tentunya dalam banyak hal dapat memperburuk kondisi kemiskinan yang ada, terutama di masa krisis.

Selain itu, masyarakat miskin kota yang terkadang sering diasingkan oleh penduduk lainnya ini masih belum berdaya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya simpatik masyarakat luas terhadap kaum miskin kota. Kelompok miskin kota merupakan akibat dari ketidakmerataan pembangunan dalam suatu kota. Biasanya, bentuk riil dari kelompok miskin kota adalah kelompok yang tinggal di daerah kumuh disekitar kawasan kota yang rata-rata berkembang pesat dan mewah.

Miskin kota menurut Suhartini, dkk dalam bukunya Model-Model Pemberdayaan Masyarakat disebabkan oleh tidak berimbangnya pembangunan kota dengan peningkatan kesejahteraan bagi kelompok miskin (marginal) dan justru diperparah dengan arah kebijaksanaan pemerintah yang cenderung kurang mendukung golongan miskin, sehingga memutus akses bagi kelompok miskin terhadap sumber daya yang melimpah di kota.

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.(UUD 1945, pasal 28A). Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan(UUD 1945, pasal 27 ayat (2). Kedua pasal tersebut bisa ditemui dalam konstitusi.Konstitusi telah memberikan jaminan kepada warganegaranya untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Situasi dan kehidupan Kelompok Miskin Kota merupakan contoh nyata dari kegagalan negara untuk menjamin hak-hak warganya.

Miskin kota juga merupakan istilah yang merujuk kepada orang-orang ataupun kelompok-kelompok miskin yang berada di daerah perkotaan.Dan juga dapat kita lihat arti dari kemiskinan itu sendiri menurut beberapa referensi yaitu Leviten (1980) kemiskinan merupakan kekuranganbarang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Biasanya pandangan umum untuk membayangkan mereka sebagai masyarakat miskin kota adalah orang-orang yang tinggal di pemukiman padat, kumuh, liar dan banyak melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi (biasanya di sektor-sektor informal) yang tidak mendapatkan pengakuan dari Negara.

Ada empat dimensi pokok yang menyertai kemiskinan di kota yaitu :

-Derasnya arus urbanisasi ke kota yang menyebabkan rendahnya akses pada sumber daya yang diperebutkan.

-Dampak yang ditimbulkan pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat kota.

-Rendahnya kesadaran kritis dari masyarakat.

Lihat Sosbud Selengkapnya

Anda mungkin ingin melihat